Kondisi keuangan Amerika Serikat (AS) yang masih terancam mengalami gagal bayar dapat menjadi sesuatu yang serius bagi rivalnya, China. Pasalnya, Negeri Tirai Bambu dapat terkena dampak negatif dari segi keuangan dan juga perdagangan.
Kepemilikan China dalam komposisi utang AS berada di angka US$ 869,3 miliar atau setara Rp 12.950 triliun (kurs Rp 14.902). Ini merupakan 11% dari total utang asing Washington.
Pasar sekuritas AS menopang sistem keuangan global. Default di mana AS tidak dapat menyelesaikan satu atau lebih https://rtpslot24jam.com/ pembayaran utang yang belum dibayar akan meningkatkan risiko investasi, yang akan memicu kenaikan suku bunga dan melemahkan dolar AS, mata uang dominan dunia.
Jika krisis keuangan AS seperti pada pada 2007-2008 terjadi, ekonomi China dapat menderita akibat anjloknya permintaan global untuk sektor manufakturnya. Skenario terburuk menempatkan puluhan juta pekerjaan dalam risiko.
“Kegagalan bayar AS akan menjadi kejutan negatif yang sangat besar bagi AS dan ekonomi global. Dampak negatif terhadap China kemungkinan besar terjadi melalui dua saluran yang terkait tetapi berbeda: pasar keuangan dan perdagangan,” kata Guonan Ma, rekan senior di Asia Institut Kebijakan Masyarakat kepada Newsweek, dikutip Rabu (24/5/2023).
Ma menambahkan bahwa gejolak keuangan mengurangi kepercayaan investor secara umum, termasuk investor China. Mengingat bahwa porsi kepemilikan Beijing dalam utang AS, China akan merasa sangat tidak nyaman untuk menambah kepemilikannya.
“Kegagalan kemungkinan akan menjerumuskan AS dan pasar keuangan global ke dalam kekacauan, karena Departemen Keuangan AS adalah landasan dari pasar ini dan sistem keuangan yang lebih luas.”
“Hal ini akan meningkatkan ketidakpastian dan meredam sentimen bisnis dan konsumen, yang pada gilirannya akan merugikan aktivitas perdagangan dua arah,” tambahnya.
Meski begitu, situasi ini dapat mendorong China untuk terus meninggalkan dependensinya pada dolar AS dalam jangka panjang. Pada Desember lalu, Presiden China Xi Jinping mengatakan negaranya akan segera menggunakan yuan untuk pembelian minyak dan gas dari Timur Tengah.
“Dalam jangka panjang, China mungkin bertujuan untuk memangkas eksposurnya ke Departemen Keuangan AS dan aset dolar secara umum,” ujarnya lagi.