Presiden Joko Widodo memiliki perhatian serius terhadap adanya potensi krisis pangan. Hal ini tak lepas dari situasi global saat ini, termasuk adanya konflik antara Ukraina dan Rusia yang merembet ke berbagai negara.
Negara lain seperti Indonesia pun ikut terkena dampaknya, dimana harga beberapa komoditas seperti gandum menjadi mahal. Namun Indonesia juga turut serta menjadi penyebab krisis minyak goreng di negara lain karena penutupan kran ekspor minyak kelapa sawit (CPO) dan turunannya beberapa waktu lalu.
Karena gentingnya persoalan krisis pangan, Jokowi beberapa kali membahasnya, terbaru pada acara Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Jumat (10/6/22) lalu. Seakan tidak puas, Jokowi kembali mengangkat bahasan serupa pada Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pengawasan Intern Pemerintah Tahun 2022 pada hari ini, Selasa (14/5).
Berikut rentetan Jokowi membicarakan krisis pangan:
Rakornas Pengawasan Intern Pemerintah Tahun 2022 (14/6/22)
Jokowi mengemukakan saat ini dunia tengah dihantui oleh ancaman krisis pangan hingga krisis energi. selain itu, ada pula ancaman inflasi yang menjadi momok semua negara, tak terkecuali Indonesia.
“Dan sampai saat ini, ini baru awal-awal. oleh sebab itu, kita semuanya betul-betul harus siapkan diri,” tegas Jokowi.
Jokowi menegaskan dalam menghadapi ancaman krisis pangan dan energi, perlu ada persiapan matang. Apalagi, khusus untuk yang berkaitan dengan energi, hampir separuh kebutuhan energi nasional adalah barang impor.
“Kita ini negara besar, pangan juga butuh pangan yang besar, energi juga butuh yang besar baik untuk kendaraan, industri, rumah tangga dan lain-lain,” tegasnya.
“Ancaman krisis pangan ini juga bisa menjadi peluang karena lahan kita besar, banyak yang belum dimanfaatkan, banyak yang belum produktif,” tegasnya.
Perayaan 50 tahun (HIPMI) 2022 (10/6/2022)
Di depan anggota Hipmi, Jokowi sempat mengingatkan berhati-hati persoalan ini. Dimana saat ini juga banyak negara negara yang mulai tidak melakukan ekspor komoditas pangan.
“Diperkirakan hari ini ada sekitar 13 juta orang yang mulai kelaparan di beberapa negara karena urusan pangan,” kata Joko Widodo dalam sambutannya.
Sehingga kemandirian pangan menjadi penting untuk masa mendatang, supaya tidak tergantung pada negara lain.
“Kalau kita tidak bisa mandiri urusan pangan ini menyebabkan bahaya, seperti yang tadinya sudah 3 negara setop ekspor pangan sekarang menjadi 22 negara, sehingga kemandirian pangan sangat penting,” katanya.
Penanaman Bibit Sorgum (2/6/22)
Kala melakukan penanaman bibit dan meninjau panen sorgum di Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), Kamis (02/06/2022). Presiden mengharapkan tanaman ini dapat menjadi alternatif pangan bagi masyakarat.
“Kita ingin banyak alternatif-alternatif, banyak pilihan-pilihan yang bisa kita kerjakan di negara kita, diversifikasi pangan, alternatif-alternatif bahan pangan. Tidak hanya tergantung pada beras karena kita memiliki jagung, memiliki sagu, dan juga ini sebetulnya tanaman lama kita, yang ketiga adalah sorgum,” ujar Presiden usai peninjauan.
Presiden menilai, diversifikasi dan alternatif pangan ini diperlukan dalam menghadapi ancaman krisis pangan dunia di masa sekarang dan akan datang. Peringatan akan krisis pangan ini sudah disampaikan oleh Badan Pangan Dunia atau FAO dan juga Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
“Ini sudah kelihatan, sekarang ini harga-harga pangan dunia semuanya naik. Oleh sebab itu, harus ada rencana besar, harus ada plan negara kita menghadapi ancaman krisis pangan itu,” ujarnya.
Pengarahan kepada Gubernur se-Indonesia (13 Maret 2022)
Dalam arahannya kepada Gubernur seluruh Indonesia, Jokowi menyampaikan terkait situasi global yang terjadi perlu disikapi oleh para Gubernur, antara lain soal krisis energi, krisis pangan, hingga situasi perang.
“Dunia pada situasi tidak mudah, baik karena disrupsi kronis akibat revolusi industri 4.0 ditambah lagi kekacauan karena pandemi, ditambah lagi urusan yang namanya perang,” ujar Jokowi.
Saat ini menurut Presiden, akibat situasi global yang tidak menentu, terjadi krisis energi dan krisis pangan yang bisa berdampak kepada negara kita.
“Harga minyak dunia naik dua kali lipat, belum gas, belum lagi kelangkaan pangan, yang menyebabkan harga-harga juga akan melonjak,” ujar Jokowi.
Oleh sebab itu, Presiden meminta kepada para gubernur untuk menyesuaikan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dengan situasi yang terjadi kala itu.
Rakernas Pembangunan Pertanian Tahun 2021 (11 Januari 2021)
Pada Pembukaan Rapat Kerja Nasional Pembangunan Pertanian Tahun 2021, Senin (11/01/2021), di Istana Negara, Jakarta, Jokowi menekankan agar pembangunan pertanian dilakukan secara lebih serius dan detail.
“Pengelolaan yang berkaitan dengan pangan itu betul-betul harus kita seriusi, pembangunan pertanian harus betul-betul kita seriusi secara detail,” ujarnya.
Dalam kondisi pandemi, imbuhnya, sektor pertanian menempati posisi yang semakin sentral.
“Kita tahu, FAO memperingatkan potensi terjadinya krisis pangan, hati-hati mengenai ini, hati-hati. Akibat pembatasan mobilitas warga, dan bahkan distribusi barang antarnegara, distribusi pangan dunia menjadi terkendala,” ujarnya.
Jakarta Food Security Summit (JFSS) ke-5 (18 November 2020)
Besarnya kebutuhan masyarakat dunia terhadap pangan membuka peluang yang amat besar dan akan terus bertumbuh bagi sektor tersebut. Pengembangan sektor pangan dilakukan bukan hanya untuk merespons kemungkinan terjadinya krisis pangan akibat pandemi, tapi juga sejalan dengan melonjaknya populasi penduduk dunia yang berimplikasi pada meningkatnya kebutuhan pangan.
Jokowi mendorong dan mendukung pengembangan sektor pangan tersebut. Namun, menurutnya, pengembangan tersebut membutuhkan cara-cara baru yang inovatif dan berdampak besar bagi kepentingan banyak.
“Pengembangan sektor pangan membutuhkan cara-cara baru yang inovatif, yang meningkatkan efisiensi proses produksi, pangan berkualitas dengan harga terjangkau, memperbaiki daya dukung lingkungan, dan yang menyejahterakan para petani,” ujarnya.
Rapat Terbatas (23 September 2020)
Guna memperkuat ketahanan pangan nasional, Jokowi mengembangkan kawasan lumbung pangan atau food estate di tiga provinsi, yaitu Kalimantan Tengah, Sumatra Utara, dan Nusa Tenggara Timur.
“Penyediaan cadangan pangan nasional ini adalah agenda strategis yang harus kita lakukan dalam rangka mengantisipasi kondisi krisis pangan akibat pandemi COVID-19, yang sudah berkali-kali diingatkan oleh FAO (Food and Agriculture Organization) mengenai krisis pangan dunia. Hal ini juga untuk mengantisipasi perubahan iklim, serta juga tidak kalah pentingnya adalah mengurangi ketergantungan kita pada impor pangan,” ujar Jokowi.